Sabtu, 29 Desember 2012

Kucing Kami Mati

27 Desember 2012

Adik-adik perempuanku yang berumur 10 dan 7 tahun punya masing-masing satu kucing akuan yang mereka anggap sebagai binatang peliharaan masing-masing meskipun yang memberi makan kucing-kucing adalah ibu. Anak-anak kucing tersebut dilahirkan empat bulan lalu dari seekor kucing betina berbulu putih entah-punya-siapa yang sering datang ke rumah. Anak kucing berbulu abu-abu diaku oleh adik perempuanku yang pertama sementara si bungsu mengakui anak kucing berbulu putih sebagai miliknya. Dua ekor kucing saudaranya mati beberapa hari setelah dilahirkan. Sebelum ini si kucing betina pernah melahirkan empat ekor anak kucing yang semuanya dimakan olehnya.

Tidak di duga anak-anak kucing tersebut tumbuh tidak sehat. Terakhir kali terlihat bagai tulang berselaput kulit dan tanpa daging. Mereka tidak sehat. Kalau menurut ibuku sih, induk mereka sering membawakan tikus mati kepada kedua anaknya. Diketahui bahwa tetangga depan rumah kami senang memasang racun tikus di rumahnya supaya bisa membunuh tikus-tikus yang berkeliaran di rumahnya. Terbukti selama beberapa hari ini selalu tercium bau bangkai tikus atau mungkin kucing di sekitar rumahnya. Rupanya sang induk tikus sering mampir ke tetangga kami itu dan membawa bangkai-bangkai tikus beracun kepada kedua anak. Bisa dipastikan bahwa anak-anak kucing peliharaan adik-adikku sakit karena racun tikus tetangga.

Sempat anak-anak kucing itu hilang dari rumah selama dua malam dan kemudian datang anak-anak kucing lain yang bukan saudara dari kucing di rumah kami. Kucing-kucing yang bulunya berwarna kuning, hitam dan abu-abu lain datang ke rumah kami. Mungkin, kalau mereka manusia mereka sepertinya membawa kabar duka kepada kami sekeluarga kalau kucing-kucing kami berada dalam bahaya. Entahlah, yang jelas di malam berikutnya kucing hitam diantara ketiga kucing itu ditemukan terkapar tak berdaya di halaman rumah. Sekarat. Kucing hitam itu sekarat. Sementara itu, sang induk kucing sudah beberapa lama jarang datang ke rumah. Begitupun anak-anaknya.

Beberapa malam berikutnya berlalu dan suatu pagi saat matahari benar-benar bersinar cerah adiku menemukan kucing putih akuan si bungsu di tumpukan genting baru di halaman rumah tetangga sebelah kanan kami.

Kucing tersebut terkapar tak berdaya, hampir mati, dan adiku itu mengira bahwa kucing itu telah mati. Jadi, dengan polosnya, ia membawa dan meninggalkan kucing itu di halaman rumah kami dekat pintu dapur. Aku yang menemukannya siang hari serta merta berniat menguburkannya dan ketika aku hendak memasukkannya ke dalam lubag, kucing itu bersuara matanya terbuka. Oh, Tuhan. Aku bawa ke teras depan rumah dan memberinya air untuk minum. Kuteteskan dengan telunjukku ke mulutnya yang telah rapat itu. Diberikan pula susu kentak manis supaya dia makan. Kasihan.

Semalaman kucing itu ditaruh dudalam kardus dengan diberikan kain supaya hangat. Kubawa ke kamarku karena sepertinya kucing berbulu putih ini butuh teman. Kucing kami senang tidur bersama manusia, itu kebiasaannya. Dan sepertinya semalaman kucing ini bersuara, eongannta sangat keras.Kupikir ia ingin ditemani induknya dan minum susu induknya.

Keesokan paginya kucing ini dibawa ke ruang tengah dan tak berapa lama kucing itu pun mati. Dan sorenya baru dikuburkan oleh ayah kami, di halaman belakang rumah. Hujan terus mengguyur semalaman megiringi kepergian kucing kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar