Rabu, 17 Juli 2013

Apakah Beasiswa Kita Menganut Sistem Kapitalis?

Oleh Ridha Ansari Jiwa (@ridhajiwa)

Sebagaimana kita tahu bahwa dewasa ini ada banyak pihak, swasta maupun pemerintah, menawarkan beasiswa kepada siswa dan mahasiswa. Hal ini tentu disambut positif oleh berbagai pihak yang berkepentingan, karena ini akan meningkatkan kesempatan belajar. Tetapi coba perhatikan dan telaah: ada sesuatu yang "janggal" dalam sistem beasiswa ini.
Apakah itu? Yaitu, sang penerima beasiswa haruslah dari kalangan yang tidak mampu dan berprestasi, atau orang yang berprestasi.
Apakah hal ini tidak aneh?
Sekilas memang tidak terlihat aneh. Wajar jika sang pemberi mengharapkan orang yang terbaik menjadi penerima beasiswa yang diberikannya. Akan tetapi, tidakkah kita sadar bahwa ini adalah salah satu produk kapitalis? Iya, KAPITALIS. Penulis beranggapan bahwasanya hal ini hanya akan memintarkan orang yang telah pintar, melebihkan orang yang telah lebih tentunya tak jauh dari kapitalisme.
Bagaimana dengan orang yang tak mampu dan tidak pintar? Apakah mereka tidak berhak untuk mendapatkan pendidikan? Tentu saja. Mereka yang tidak mampu dan tidak pintar akan selamanya terjebak dalam kebodohan dikarenakan tidak mendapat kesempatan belajar. Apakah ini tujuan pendidikan kita? Absolutely tidak akan ada yang ingin ini terjadi.
"Pendidikan bukanlah hanya milik orang kaya", begitu kata orang-orang dewasa ini. Bagaimana kalau kita ubah pemikiran kita menjadi seperti ini: "Pendidikan itu adalah bukan hanya milik orang kaya dan pintar melainkan mereka yang memang kekurangan baik harta ataupun intelektual". Karena itulah hakikat dari pendidikan kita.
Memang tidaklah salah jikalau di era sekarang banyak pihak yang menawarkan beasiswa dan bantuan kepada orang pintar dan tidak mampu. Tetapi, ingatlah lagi bahwa ini adalah pendidikan yang merupakan salah satu tujuan negara kita. Jangan sampai sistem pemberian beasiswa dan bantuan ini pun terkapitalisasi zaman! Ya, pada akhirnya kita hanya bisa berharap kasus kapitalisasi ini segera diselesaikan dan kembali kepada hakikat pendidikan. Amin.

* Catatan Penulis:
Walaupun tulisan ini tidak ada yang mengindahkan karena penulis bukanlah siapa-siapa, setidaknya sebagai orang yang belajar tidak boleh berdiam diri. Tidak mengangguk-anggukan kepala mengiyakan apa yang terjadi. Karena tidak bisa dipungkiri, suara kita tidaklah akan didengar kalau kita tidak berkuasa ataupun kita tidak terkenal dan berpengaruh. Sebagaimana mahasiswa yang bukan aktivis dan pintar, hanya melalui tulisanlah penulis mencobanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar