Senin, 07 Januari 2013

#Ulasan Friedrich Nietzsche dan Nihilisme Kematian Tuhan dalam Zarathustra

Friedrich Nietzsche
Dikutip dari Wikipedia pada 26 Desember 2012 pukul 20:17 dengan Perubahan
Gambar Friedrich Nietzsche di Basel,1875.

Friedrich Wilhelm Nietzsche (kelahiran Röcken dekat Lützen, 15 Oktober 1844 – meninggal di Weimar, 25 Agustus 1900 pada usia 55 tahun) adalah seorang filsuf asal Jerman juga seorang ahli ilmu filologi (ilmu yang berhubungan dengan penelitian teks-teks kuno). Ia merupakan salah seorang tokoh pertama eksistensialisme modern yang ateistis.
Nietzsche dilahirkan di kota Röcken, di wilayah Sachsen.Orang tuanya adalah pendeta Lutheran Karl Ludwig Nietzsche (1813 -1849) dan istrinya Franziska, dengan nama lajang Öhler (1826 -1897). Namanya diberikan untuk menghormati kaisar Prusia Friedrich Wilhelm IV yang memiliki tanggal lahir yang sama.
Adik perempuannya Elizabeth lahir pada 1846. Setelah kematian ayahnya pada 1849 dan adik laki-lakinya Ludwig Joseph (1848 -1850), keluarga ini pindah ke Naumburg dekat Saale.
Filosofi
Filsafat Nietzsche adalah cara memandang 'kebenaran' dikenal dengan istilah filsafat perspektivisme. Nietzsche dikenal sebagai "sang pembunuh Tuhan" (dalam Zarathustra). Ia melemparkan provokasi dan kritikan terhadap kebudayaan Barat di zamannya dengan melakukan peninjauan ulang semua nilai dan tradisi/ Umwertung aller Werten) yang sebagian besar dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan tradisi kekristenan (keduanya mengacu kepada paradigma kehidupan setelah kematian,  menurutnya anti dan pesimis terhadap kehidupan). Walaupun demikian dengan kematian Tuhan berikut paradigma kehidupan setelah kematian tersebut, lantas filosofi Nietzsche tidak menjadi sebuah filosofi nihilisme. Justru sebaliknya malah menjadi sebuah filosofi yang berusaha menaklukan nihilisme (Überwindung der Nihilismus) dengan mencintai utuh kehidupan (Lebensbejahung), dan memposisikan manusia sebagai manusia purna/unggul (Übermensch) dengan kehendak untuk berkuasa (der Wille zur Macht).
Selain itu Nietzsche dikenal sebagai filsuf seniman (Künstlerphilosoph) yang banyak mengilhami pelukis modern Eropa di awal abad ke-20, seperti Franz Marc, Francis Bacon, dan Giorgio de Chirico, juga para penulis seperti Robert Musil, dan Thomas Mann.
Menurut Nietzsche kegiatan seni adalah kegiatan metafisik yang mampu mentransformasikan tragedi hidup.
Karya-karya Nietszche yang terpenting adalah:
1872: Die Geburt der Tragödie (Kelahiran tragedi)
1873 — 1876: Unzeitgemässe Betrachtungen (Pandangan non-kontemporer)
1878 — 1880: Menschliches, Allzumenschliches (Manusiawi, terlalu manusiawi)
1881: Morgenröthe (Merahnya pagi)
1882: Die fröhliche Wissenschaft (Ilmu yang gembira)
1883 — 1885: Also sprach Zarathustra (Maka berbicaralah Zarathustra)
1886: Jenseits von Gut und Böse (Melampaui kebajikan dan kejahatan)
1887: Zur Genealogie der Moral (Mengenai silsilah moral)
1888: Der Fall Wagner (Hal perihal Wagner)
1889: Götzen-Dämmerung (Menutupi berhala)
1889: Der Antichrist (Sang Antikristus)
1889: Ecce Homo (Lihat sang Manusia)
1889: Dionysos-Dithyramben
1889: Nietzsche contra Wagner
Catatan
Catatan 1: Nihilisme di sini juga dipahami sebagai 'kedatangan kekal yang sama (atau dalam terminologi Nietzsche: 'die Ewige Wiederkehr des Gleichen') yang merupakan siklus berulang-ulang dalam kehidupan tanpa makna berarti di baliknya seperti datang dan perginya kegembiraan, duka, harapan, kenikmatan, kesakitan, ke-khilafan, dan seterusnya. Selain Nihilisme, Nietzsche juga mengulas mengenai Vitalitas, dan anti establist.

Ulasan Buku Nietzsche: Zarathustra

Zarathustra merupakan satu dari sekian banyak buku yang ditulis oleh Friedrich Nietzsche yang mendokumentasikan pemikiran sang filsuf. Zarathustra adalah judul terjemahan edisi bahasa Indonesia terbitan tahun 2000 dari buku Nietzshe terbitan Januari 1883 berjudul "Also Sprach Zarathustra" (diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai "Thus Spoke Zarathustra"). Edisi bahasa Indonesia diterjemahkan oleh trio H. B. Jassin, Ari Wijaya, dan Hartono Hadikusumo dan diterbitkan oleh Yayasan Bentang Indonesia, penerbit yang kemudian menerbitkan seri Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Buku dengan ketebalan 572 halaman tersebut merupakan buku bacaan yang berat, tidak semua orang akan suka membacanya. Saya pun tidak sampai selesai membaca buku tersebut.
Buku yang memuat sebuah pengantar sebanyak 44 halaman ini dibagi menjadi 4 bagian utama. Buku ini benar-benar seperti sebuah buku biografi Zarathustra, seseorang yang banyak dipercaya adalah nabi agama Zoroasterisme (agama penyembah api/Majusi yang berkembang di Persia kuno). Dia mengajarkan murid-muridnya tentang filsafat, kehidupan dunia dan kehidupan gaib (roh). Buku ini ditulis seperti buku kumpulan puisi, fragmen drama, dan monolog (teks pidato atau khotbah). Dari buku yang berat ini kita bisa tahu beberapa (banyak) hal mengenai filsafat yang diyakini Zietsche. Menurut Robert John Hollingdale (yang bertindak sebagai penulis kata pengantar edisi buku ini yang diambil dan diterjemahkan dari edisi bahasa Inggris Zarahustra) buku ini merupakan letusan kata-kata, metafora, figurasi, dan permainan kata yang mengesankan adanya letusan permainan yang jelas hendak ditinggalkan Nietzsche demi memberikan jalan bagi Zarathustra. Dan lagi, menurutnya buku ini adalah buku besar yang ganjil sehingga perlu ditemukan mengapa letusan ini diperlukan dengan demikian bisa dimengerti dengan lebih baik apa maksud di balik itu.
Nietzsche adalah sebentuk diri yang berpikir sehingga dikotomi antara berpikir dan merasakan, intelek dan gairah, benar-benar pudar.
Bagian pertama dari buku ini bercerita mengenai Zarathustra yang turun gunung dan mencoba mengkhotbahkan dan mengajari manusia untuk percaya bahwa Tuhan telah mati. Bagian pertama juga banyak bercerita atau mengajarkan perihal manusia unggul (manusia purwa, ideal) dan anggapan bahwa "manusia harus ditaklukkan."
Bagian kedua lebih beragam isi pembahasannya dan di bagian ini sang tokoh utama menjadi sangat dramatis. Namun masih tetap berkaitan dengan bagian pertama di mana di sini terdapat rangkuman mengenai wacana "Tuhan telah mati" (bab 2). Di akhir bagian ke-dua ini Zarathustra kemudian meninggalkan murid-muridnya sebagai konsekuensi dari "mimpi buruk kedua yang merampok kepercayaan diri bahkan nyaris pula pengendalian dirinya." Diceritakan bahwa Zarathustra jatuh dalam suasana kemurungan yang amat menonjol yang sebenarnya begitulah sifatnya dari awal, namun kali ini untuk selamanya.
Kemudian di bagian ketiga buku ini, Zarathustra yang telah meninggalkan murid-muridnya lebih banyak beebicara kepada diri sendiri. Dan masih kental dengan tema "Tuhan telah mati dan manusia unggulan" yang mana merupakan tema pokok buku ini.
Bagian keempat dan merupakan bagian terakhir buku ini berkisah seputar keinsafan orang-orang alim yang mendatangi Zarathustra dan insaf akan ketidaksempurnaan mereka. Dan Zarathustra mendapat panggilan untuk menjelajahi dunia kembali dan selanjutnya menugmpulkan sejumlah besar pengikut, kepada siapa ia berkhotbah pesannya yang kini jadi unggul itu lalu sang Nabi akhirnya meninggal. Sebenarnya bagian keempat ini merupakan bagian pertama dari tiga bagian terakhir Zarathustra yang ditulis selama satu tahun, 1884-1885 dan diterbitkan secara lengkap tahun 1892. Yang kemudian dua bagian lainnya tidak pernah diterbitkan.
Mari kita perhatikan kutipan paragraf terakhir dari pendahuluan buku Zarathustra yang merupakan pendapat R. J. Hollingdale
"Secara stilistik, Bagian Keempat cukup berbeda dari bagian-bagian lebih awal dan lebih rendah atas inspirasinya. Para 'manusia yang lebih tinggi' sekaligus merupakan tipe manusia maupuj peibadi tertentu. Sang nabi yang pemurung adalah Schopenhauer. Kedua raja adalah sembarang raja. Sang Manusia dengan semangat berkesadaran barangkali adalah Darwin, meskipun sembarang ilmuwanspesialis bisa cocok. Si tukang sihir adalah Wagner (syair-syair si tukang sihir memparodikan gaya poetik Wagner yang belakangan). Paus yang terakhir tidak diketahui. Si buruk rupa dan bayangannya adalah representasi dari si ateis dan pemikir bebas. Si peminta-minta sukarela, barangkali adalah Buddha atau Tolstoy. Perulangan abadi tetap di latar belakang, tapi pada kesimpulan ia muncul, menerima penegasan, afirmasi, dengar suara jelas dan eksak."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar